Mp3 Music Player

Senin, 16 Maret 2015

Kebra Nagast Ungkap Kerajaan Ratu Saba Di Abyssinia, Etiopia

 2014
Sejarah masih belum meyakini secara pasti, apakah Ratu Saba (Ratu Sheba) yang mengunjungi Sulaiman murni berdarah Abyssinia atau ratu Arab dari Yaman, atau Hadramaut atau beberapa sebutan lain yang berasal dari jazirah Arab. Tetapi dalam tradisi disebutkan bahwa Ratu Selatan mengunjungi Sulaiman cukup lama. Seperti yang diungkapkan Sidney Smith, teks Corpus tablet Sumeria ataupun prasasti Babilonia menceritakan bagaimana beberapa ratu besar zaman akhir India pernah berkunjung ke salah satu wilayah seperti Etana, atau Mesannipadda, atau Sargon Agade, yang di instruksikan dalam kebijaksanaan dan peradaban pada zamannya. 

Sebuah buku berjudul 'Kebra Nagast' menceritakan asal usul Etiopia, buku ini diangkat dari teks terkenal 'Glory of the Kings' untuk menghormati orang-orang Abyssinia. Dalam sebuah surat disebutkan bahwa Raja John dari Etiopia menulis kepada almarhum Lord Granville pada bulan Agustus, 1872: 
Ada sebuah buku berjudul 'Kivera Negust 'yang berisi Hukum seluruh Ethiopia, dan nama-nama Shums (Kepala), Gereja, dan Provinsi, tertulis dalam buku ini. Saya berdoa Anda mengetahui siapa mempunyai buku ini, dan mengirimkannya kepada saya, untuk negara saya, orang-orang saya tidak akan mematuhi perintah saya tanpa itu. 

Ringkasan isi Kebra Nagast pertama kali diterbitkan oleh Bruce pada tahun 1813, tetapi hanya berisi sedikit ikhtisar. Buku ini sangat dihormati karena mengandung bukti bahwa keturunan mereka dari leluhur Ibrani, dan kekerabatan raja dari garis Sulaiman. 

Keturunan Ratu Saba Dalam Kebra Nagast


Kisah kunjungan Ratu keluar dinasti terdengar sampai disekitar orang-orang kafilah, dan ahli-ahli Taurat memasukkannya kedalam sejarah mereka. Hal ini sangat mungkin bahwa kisah Sulaiman dan Ratu Sheba (Ratu Saba) didasarkan pada salah satu sumber yang jauh lebih kuno. Hal seperti ini sebenarnya telah terjadi sejak sejarah Gilgamesh yang dipimpin Raja Dinasti Uruk, sejarah eksploitasi Etiopia. Begitupula Alexander Agung, Raja Macedonia yang mencari air kehidupan, bagaimana dia berjalan melalui hutan tak tertembus dan tiba di laut mati, dan bagaimana dia mencoba terbang ke langit, semua yang dijelaskan dalam Epic Gilgamesh.

Seberapa jauh orang Abysinia membenarkan klaim kekerabatan dengan Semit? Ada sedikit keraguan tentang penduduk asli Abyssinia berasal dari negro atau negroids di lembah sungai Nil. Di periode awal, suku dan bangsa yang tinggal disisi barat semenanjung Arab membuat jalan melintasi laut dari Asia ke Afrika Selatan dibeberapa tempat, seperti Bab-AL-Mandab dan bagian utara semenanjung Sinai. Dengan cara ini pengaruh masyarakat Asia memasuki Abyssinia. Kemudian bagian dari Hamit, bahasa yang mirip dengan Libya, Berber, dan Mesir, bahasa yang dibawa Abyssinia untuk berkomunikasi Kushite, yang saat ini dikenal Etiopia. 

Semit adalah istilah yang mula-mula digunakan dalam linguistik dan etnologi untuk merujuk kepada sebuah keluarga atau rumpun bahasa asal Timur Tengah, yang sekarang disebut Rumpun bahasa Semit. Rumpun ini meliputi bentuk bahasa-bahasa kuno dan modern, yaitu Ahlamu, Akkadia (Assyria-Babilonia), Amharik, Amori, Arab, Aram/Suryani/Suriah, Kanaan/Fenisia/Kartago, Kasdim, Ebla, Edom, Ge'ez, Ibrani, Malta, Mandaik, Moab, Sutean, Tigre dan Tigrinya, serta Ugarit, dan sebagainya.

Tetapi para penerjemah Alkitab salah mengidentifikasi 'Ethiopia', Abyssinia dengan Kush merupakan kosakata Ibrani untuk menyebut sebuah negara yang dikenal Nubia. Karena pembauran Semit dan Hamit terjadi ketika elemen Semit memasuki bahasa Hamitic diperiode sangat awal. Bagian utara Abyssinia, bagian pegunungan yang menjadi pemukiman utama Semit dikenal sebagai Agaw, dan dari mereka mungkin telah diturunkan Falashas atau Abyssinia Yahudi.

ratu saba, abyssinia

Pada abad ke-11 atau ke-10 SM, Abyssinia pernah di-invasi oleh Asiatic Semit dan mereka mengajarkan orang-orang Abyssinia unsur peradaban. Suku utama penjajah ini disebut Abasha, dan mereka datang dari Yaman bagian barat di Arabia Selatan. Mereka menyebutnya wilayah Abesh sebagai tempat menetap di Afrika, dari sinilah asal mula nama Abyssinia. 

Imigrasi orang-orang Semit dari Asia dilanjutkan terus selama berabad-abad berikutnya, mereka memperkenalkan tulisan Arabia, perdagangan, seni dan hadil kerajinan. Dua atau tiga abad sebelum Masehi mereka berhasil membentuk kerajaan, ibukotanya disebut Aksum. Bangsa Semit yang menetap di bagian atas, tengah, dan Hilir Abyssinia menjadi pedagang, dan mereka mejadi penggagas perdagangan diwilayah itu. Bangsa Semit yang menetap disekitar Aksum dikenal sebagai Ag Aziyan, yang artinya 'bebas' dan bahasa mereka disebut Ge'ez atau sering disebut Ethiopia, kemudian dari daerah ini muncul bahasa modern Tigray yang disebut Tigrina. Bahasa Semit di Tengah dan Hilir Abyssinia dikenal sebagai Amarina atau Amhar, dimana diperiode ini Abyssinia tidak memiliki literatur.

Kejatuhan kerajaan Semit yang berada di Aksum pemerintahannya digantikan oleh raja-raja kafir, diantaranya Aphilas, Endybis, dan Alalmidis (Ella Amida), ayah dari Ezana yang memerintah pada paruh pertama abad ke-4 M. Ezana disebut Constantine Abyssinia, dalam sejarah dikenal sebagai raja terbesar di Abyssinia dan mengadopsi agama Kristen sebagai agama nasional. Dengan menganut agama Kristen, kemudian sastra Abyssinian muncul dan mulai berkembang.
Bentuk asli legenda Ratu Saba mungkin muncul setelah invasi besar bangsa Semit ke Abyssinia pada abad ke-10 SM. Sejarah ini terlihat dalam Matius XII 42, Lukas XI 31, ditafsirkan bahwa Sulaiman adalah ayah dari anak Ratu Saba, dengan kata lain bahwa Ratu Saba pernah menikah dengan Sulaiman. Bukti iini juga terlihat dalam tradisi, bahwa keturunan laki-laki dari anak tersebut adalah raja Abyssinia yang sah, dan Sulaiman adalah nenek moyang Isa. 

Keyakinan ini dianut raja-raja kerajaan Semit Aksum, dimana pada waktu itu kota Aksum dianggap sebagai duplikat dari Jerusalem yang disebut Zion Abyssinia. Ketika Abyssinia mengadopsi agama Kristen paruh kedua abad ke-5 M, mereka memutuskan sejauh mungkin hubungan mereka dengan nenek moyangnya dari Arabia. Mereka mengaku kekerabatannya dengan Ibrani dari Jerusalem telah meninggalkan mahram dan dewa-dewa lain dari Minaean dan Saba, mendukung Yahweh dewa Ibrani. Ketika Semit menganut Kristen memiliki Kitab Suci yang diterjemahkan kedalam Ge'ez. Penerjemah menggunakan script berdasarkan tulisan-tulisan lama dari Minaean dan Sabaean, isinya terdapat beberapa perbedaan khusus yang sangat penting. 

Seperti prasasti tua dan bahasa Ibrani, Syria, Arab, cara membaca tulisan dari kanan ke kiri, tapi Abyssinia memutuskan untuk membaca teks mereka dari kiri ke kanan seperti yang dilakukan orang Babilonia dan Asyur. Keputusan ini kemungkinan akibat pengaruh Yunani, teks-teks alfabet Arab kuno sepenuhnya konsonan dan vokal yang diungkap melalui surat semi-vokal. Beberapa diantaranya cukup bagus mengekspresikan vokal Ge'ez dengan memodifikasi bentuk beberapa konsonan sendiri, sehingga Abyssinia merubah alfabet Sabaean lama kedalam suku kata. 
Para penerjemah Alkitab yang mentraslasi kedalam bahasa Ge'ez menolak Habesh (nama lama dari Abyssinia), dan versi mereka memberi nama wilayah Ethiopia (iteyopeya) yang ber-ibukota Aksum. Seorang kasim memiliki otoritas besar dibawah Candace ratu Etiopia, dan negara dimana Ratu memerintah adalah Kush (Perjanjian Lama), diberi nama Ethiopia (juga tertulis dalam Mazmur lxviii 32, lxxxvii 4). Sebenarnya Kush adalah Nubia bagian atas, nama Habesh tidak disukai masyarakat dan meskipun dalam kamus Amharic modern kata Habasha masih dapat ditemukan (Habashiyy), yang diartikan sebagai julukan kasar atau kata kasar.

Ajaran Kristen menyebar ke selatan hingga keturunan Sulaiman, raja-raja Etiopia periode antara abad ke-6 dan ke-13 abad menguasai wilayah dimana-mana. Selama periode ini banyak raja yang bukan dari garis Sulaiman, dan kelompok mereka disebut Zague, para guru dari Etiopia berkuasa selama sekitar 330 tahun. Kemudian muncul raja dari garis Sulaiman yang bernama Yekueno Amlak (1270-1285) di Shoa. Dengan bantuan dari santo besar Takla Haymanot, dia mengusir Zague dan menjadi Raja Etiopia. Imbalan atas bantuan santo, dia memberikan sepertiga dari pendapatan kerajaannya kepada Gereja, yang terus dilajutkan penerusnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar